Pramono Cek Pengerukan – Pramono Anung, salah satu tokoh penting pemerintahan, terjun langsung ke titik rawan banjir di Jakarta Utara: Kali Cakung. Dengan rompi oranye dan sepatu bot karet setinggi betis, ia menyusuri pinggiran kali yang berlumpur pekat. Tak hanya sekadar meninjau dari balik jendela mobil dinas, Pramono melangkah turun, menyaksikan sendiri bagaimana alat berat mengeruk tumpukan sedimentasi yang sudah menghitam.
Bau menyengat dari endapan lumpur dan sampah bukan jadi penghalang. Di hadapan para petugas yang bekerja di bawah terik matahari, Pramono menegaskan bahwa pengerukan ini bukan proyek pencitraan musiman, tapi langkah nyata untuk menanggulangi banjir musiman yang terus menghantui Kelapa Gading dan sekitarnya. Ia menyebut Kali Cakung sebagai “urat nadi” yang tersumbat dan harus segera dibersihkan agar aliran air kembali normal. https://athena-168.org/
Kelapa Gading, Kawasan Elit yang Jadi Langganan Banjir
Kelapa Gading, yang selama ini di kenal sebagai kawasan elit dengan pusat perbelanjaan mewah dan perumahan kelas atas, justru kerap d ilanda banjir. Ironis, tapi nyata. Hujan deras selama dua jam saja bisa mengubah ruas jalan utama di kawasan ini menjadi kolam dadakan. Warga yang mengandalkan mobil mewah harus menepi atau bahkan di tarik derek.
Menurut laporan dari Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta, Kali Cakung menjadi salah satu penyebab utama genangan air di Kelapa Gading. Sedimentasi yang menumpuk bertahun-tahun, di perparah dengan sampah rumah tangga dan limbah industri, membuat aliran air melambat drastis. Di tambah lagi penyempitan dan pendangkalan di beberapa titik, memperparah situasi kala musim hujan tiba.
Pengerukan Masif dan Target 24 Jam
Langkah tegas di lakukan: pengerukan masif dengan alat berat, pengangkutan lumpur nonstop, serta sistem shift kerja bagi para petugas. Pramono menyatakan, pengerukan tidak boleh santai. Ia meminta pengerjaan berlangsung 24 jam penuh, dengan target pengerukan minimal 3.000 meter kubik lumpur per hari.
Tim gabungan dari Pemprov DKI, Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC), dan aparat TNI di libatkan untuk mempercepat proses. Koordinasi lintas sektor menjadi kunci utama. “Kalau kita hanya mengandalkan normalisasi setengah hati, banjir akan datang lagi. Ini waktunya tuntas!” seru Pramono di hadapan wartawan.
Antisipasi Jangka Panjang dan Partisipasi Warga
Selain pengerukan, Pramono juga mengungkapkan pentingnya pendekatan holistik. Tidak hanya mengandalkan infrastruktur, tapi juga kesadaran warga. Ia mendorong adanya edukasi soal pentingnya menjaga kebersihan saluran air, tidak membuang sampah sembarangan, dan mendukung program biopori serta sumur resapan.
Warga Kelapa Gading, yang selama ini frustrasi menghadapi situs slot resmi, menyambut baik langkah ini. Beberapa di antaranya bahkan ikut mengawasi pengerjaan, memastikan bahwa proses tidak mandek di tengah jalan. Sebab, sudah terlalu sering janji di ucapkan, namun genangan tetap kembali.
Optimisme atau Sekadar Janji?
Meski Pramono terlihat optimis, publik tentu menanti bukti konkret. Bukan kali pertama pejabat tinggi turun ke lapangan, memberi janji perubahan, lalu menghilang seiring surutnya air banjir. Tapi kali ini, nada bicara Pramono berbeda. Tegas, berapi-api, dan penuh tekanan pada hasil nyata.
Ia bahkan menyebut bahwa Kelapa Gading bisa bebas banjir sebelum akhir tahun jika semua pihak konsisten. Kata-kata yang mengundang harapan sekaligus skeptisisme. Tapi, jika pengerukan Kali Cakung benar-benar di laksanakan sesuai ritme yang ia instruksikan, bukan tak mungkin kawasan ini benar-benar bisa lepas dari kutukan banjir tahunan.
Kini, semua mata tertuju pada Kali Cakung. Lumpur dan bau bukan lagi simbol ketidakberdayaan, tapi mungkin—untuk sekali ini—jadi tanda perubahan yang sesungguhnya di mulai.